Cyber Smile atau Cyber Stress? Menjaga Kesehatan Mental di Era Digital

Cyber Smile atau Cyber Stress? Menjaga Kesehatan Mental di Era Digital

Rahayu Restiyadi--karawangbekasi.disway.id

Ditulis Oleh: Rahayu Restiyadi

NPM: 02230200005

Prodi Kesehatan Masyarakat

UNIVERSITAS INDONESIA MAJU

KARAWANGBEKASI.DISWAY.ID - Menurut artikel opini yang diterbitkan oleh PT. Mitra Utama Madani karya SPR MUM, penggunaan media sosial telah menjadi bagian penting dalam kehidupan remaja modern.

Dengan berbagai platform seperti YouTube, Instagram, dan Snapchat, remaja dapat terkoneksi dengan dunia luar secara instan. Namun, di balik manfaat besar yang ditawarkan, penggunaan media sosial yang tidak bijak dapat berdampak negatif pada kesehatan mental.  

Dalam artikel opini di Halodoc karya dr.Rizal Fadli, disebutkan media sosial memberikan peluang untuk berbagi pengalaman, memperoleh informasi, dan membangun jejaring sosial yang luas. Sayangnya, penggunaan yang berlebihan dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental seperti kecemasan, depresi, dan rendah diri.

Penelitian menunjukkan bahwa remaja yang menggunakan media sosial lebih dari tiga jam per hari lebih rentan terhadap masalah kesehatan mental, terutama terkait citra diri dan internalisasi.

Salah satu faktor yang memicu dampak negatif media sosial adalah perbandingan sosial. Melihat kehidupan orang lain yang tampak sempurna sering membuat remaja merasa tidak cukup baik. Selain itu, cyberbullying atau perundungan di dunia maya dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan depresi pada korban. Fenomena Fear of Missing Out (FOMO), atau ketakutan akan ketinggalan tren terbaru, seperti yang di jelaskan dalam artikel Psikologi UNAIR karya Areefa Aliya Firdausi, juga menjadi factor signifikan.

FOMO sering memicu kecanduan media sosial. Penggunaan berlebihan ini dapat menggantikan interaksi sosial di dunia nyata, yang pada akhirnya meningkatkan rasa kesepian dan isolasi diri.

Untuk meminimalkan dampak negatif media sosial, remaja dan orang tua dapat mengambil beberapa langkah. Pertama, mengatur waktu penggunaan media sosial dengan membatasinya hingga maksimal 30 menit sehari, kedua, mengelola konten dengan menghindari akun atau konten yang memicu rasa iri hati, kebencian, atau emosi negatif lainnya.

Ketiga, partisipasi dalam kegiatan untuk aktivitas di dunia nyata seperti olahraga, seni, atau kegiatan sosial yang dapat membantu menggantikan waktu yang di habiskan di media sosial. Keempat, membangun kebiasaan digital positif dengan membagikan konten yang bermanfaat dan menghindari “doom scrolling”, yaitu kebiasaan menelusuri konten negatif tanpa tujuan.

Orang tua memiliki peran penting dalam membentuk pola penggunaan media sosial pada anak. Dengan meluangkan waktu untuk aktivitas bersama di dunia nyata, seperti bermain, berbicara, atau menjalani hobi bersama, orang tua dapat memberikan teladan positif. 

Hal ini akan membantu remaja mengurangi ketergantungan pada media sosial dan memperkuat hubungan sosial di dunia nyata. Dengan kesadaran dan pengelolaan yang tepat, media sosial dapat dimanfaatkan sebagai alat yang mendukung perkembangan remaja secara positif tanpa mengorbankan kesehatan mental.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: